Fathima Al-Fihri: Perempuan Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Fathima Al-Fihri: Perempuan Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Peninggalan dari sosok Fatima Al-fihri tidak hanya bangunan yang berfungsi sebagai pusat pendidikan hingga sekarang ini, tapi juga interpretasi dari aspirasi seorang perempuan dalam dunia pendidikan.

Universitas Pertama di Dunia ada di Maroko

Berbicara mengenai universitas pertama mungkin orang akan berpikir bahwa Eropa adalah penggagas pertama berdirinya universitas di dunia, melihat kepada fakta bahwa pendidikan berkembang pesat di negara-negara Eropa saat ini. Namun siapa sangka bahwa pada abad ke-9 bahkan ketika Eropa masih tertatih-tatih untuk menempuh pendidikan, Islam membangun sebuah lembaga yang beroperasi sebagai universitas pemberi gelar akademik tertua di dunia. Universitas itu didirikan pada 859 (hampir seratus tahun sebelum pendirian Al Azhar di Kairo) dan terletak di medina tua Fez, Universitas al-Qarawiyyin di Maroko. Universitas ini juga diakui dalam Guinness Book of World Records, sebagai lembaga tertua di dunia yang beroperasi sebagai universitas pemberi gelar akademik.

Universitas pertama di dunia ini berdiri dari hasil  kontribusi seorang muslim Fez, di Maroko. Hal yang lebih menakjubkan muslim tersebut merupakan seorang perempuan yang bernama Fatima Al-Fihri. Namanya mungkin masih terdengar asing di antara tokoh-tokoh muslim lainnya  namun sosok Fatimah Al-fihri telah memberikan pengaruh besar terhadap sistem pendidikan di seluruh dunia hingga saat ini.

Sejak Masa Awal Islam, Peran Perempuan sudah Diperhitungkan

Pengaruh Fathimah Al-Fihri membuka mata-mata yang selama ini tertutup dari peran-peran perempuan dalam perkembangan Islam, orang-orang yang masih berpikiran bahwa Islam membatasi gerakan-gerakan perempuan dalam aktivitas sosial termasuk pendidikan.

Nyatanya peran perempuan sudah diperhitungkan sejak masa awal Islam. Salah satunya  Aisyah R.A yang menjadi ahli hukum terkemuka pada masanya tidak hanya itu, Aisyah juga kerap kali ikut dalam pergerakan-pergerakan politik pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Sosok Fatimah Al-fihri lahir di Qairouan (sekarang Tunisia)  pada tahun 800 M. Ia merupakan putri dari seorang pedagang sukses dan dikenal sebagai dermawan yaitu Muhammad Al-fihri. Pada tahun 818 M terjadi pemberontakan terhadap gubernur Qairouan yaitu Aghladib oleh penduduk setempat.

Pemberontakan memang gagal, namun sebagai respon terhadap pemberotakan tersebut Aghladib kemudian adalah mengambil inisiatif untuk mengusir 2000 keluarga dari Qairouan termasuk keluarga Fatimah Al-fihri. Muhammad Al-Fihri terpaksa memboyong keluarganya termasuk Fatimah bersama beberapa keluarga lainnya keluar dari Qairouan  hingga kemudian mereka diterima di Fez salah satu kota yang berada di Maroko.

Sebagaimana Qoirouan, Fez juga kota yang ideal bagi perdagangan sehingga dalam masa 10 tahun Muhammad Al-fihri kembali menjadi pedagang yang sukses. Namun  tidak lama kemudian ia meninggal dan dalam waktu yang dekat pula disusul oleh menantunya yaitu suami Fatima Al-Fihri. Sekalipun menjadi seorang yatim dan janda hal ini tidak menciutkan semangat Fatima Al-Fihri untuk terus memberikan kontribusinya kepada masyarakat luas.

Fathima Memilih Kepedulian Sosial yang Tinggi

Fathima Al-fihri dan saudaranya Maryam Al-fihri merupakan dua perempuan yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi oleh karenanya mereka memutuskan untuk mendermakan warisan yang didapat dari ayahnya untuk kepentingan umat yaitu membangun masjid yang juga akan difungsikan sebagai tempat kajian ilmu pengetahuan.

Pada tahun 859 M Fatimah Al-fihri memutuskan untuk membangun masjid di Fez yang diberi nama Qairouan dan selesai dua tahun kemudian sedangkan Maryam membangun masjid di Spanyol yang diberi nama Masjid Al-Andalus. Pada awalnya masjid Qairouan berfungsi sebagaimana masjid di wilayah Islam lainnya yaitu tempat peribadatan sekaligus pusat pendidikan landasan-landasan Islam seperti ilmu Tafsir, Hadits, dan Fikih.

Bukan Hanya Ilmu Agama

Dalam perkembangannya, Qairouan  berinovasi tidak hanya sebagai sekolah keagamaan namun juga menawarkan ilmu-ilmu umum termasuk fisika, astronomi, kedokteran, dan bahasa dan satra. Sejak saat itu Qairouan menjadi pusat pendidikan yang bertaraf universitas. Ini merupakan salah satu titik penting dalam sejarah pendidikan tinggi dalam Islam bahkan di dunia. Al-Qarawiyyin juga terbuka menjadi lebih lebar bagi pelajar-pelajar diseluruh dunia bahkan bagi non-muslim. Nama Qairouan pun berganti menjadi Universitas Al-Qarawiyyin.

Dalam sebuah litetatur Barat, Universitas Al-qarawiyyin mencapai masa kejayaannya ketika Afrika Utara dikuasai oleh Daulah al-Muwahhidun dan daulah Al-Mariniyyah pada abad ke-12 dan abad ke-15. Kedua dinasti tersebut dikenal sebagai daulah yang memberi perhatian beasr pada bidang pendidikan. 

Al-Qarawiyyin juga memiliki guru-guru hebat yang menagajar di institusi tersebut seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Khatib, Al-Birutji, Ibnu Hazmi, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail,dan Ibnu Rusyd. Banyaknya pelajar yang berasal dari Eropa di institusi kemudian membuat nama dari tokoh- tokoh tersebut terkenal hingga dunia barat.

Meluluskan Banyak Tokoh dan Ilmuan Besar Islam

Universitas Al-Qarawiyin juga meluluskan banyak tokoh-tokoh penting seperti Ibnu Rushayd al-Sabti (w. 1321), Mohammed bin al-Hajj al-Abdari al-Fasi (w. 1336), Abu Imran al-Fasi (w. 1015), teoritikus terkemuka dari mazhab Maliki hukum Islam, Leo Africanus, seorang pengelana terkenal dan penulis, dan Rabbi Moshe ben Maimon. Sementara, di antara alumni Universitas Qarawiyyin di era modern adalah Allal al-Fasi dan Mahdi Ben Barka salah seorang pejuang yang berhasil membebaskan Maroko dari kolonialisme Prancis. Mahdi Ben Barka juga kemudian menjadi perdana menteri Maroko pada masa Sultan Muhammad V.

Fatima Al-fihri meninggal pada tahun 880 M di kota Fez. Sosok perempuan pada abad ke-9 tersebut bahkan sangat berpengaruh hingga zaman modern ini bukan hanya dari lembaga yang dibangunnya tapi juga tokoh-tokoh yang lahir lembaga tersebut dan kemudian menorehkan catatan-catatan penting dalam sejarah.

Ternyata permasalahan gender dalam aktivitas sosial bukanlah sebuah masalah klasik, bukan pula sebuah ajaran Islam yang terlalu membatasi gerakan perempuan. Pada tahun 859 M, bahkan seorang perempuan muslim telah berkontribusi besar bagi umat mendirikan sebuah masjid yang kemudian menjadi cikal bakal universitas pertama di dunia.