Sistem dualisme ekonomi akan terus terjadi di level masyarakat kita, adanya keterikatan sosial dan perasaan komunal sesama perempuan untuk bisa saling berdaya adalah kunci mendapatkan profit dalam tanda kutip, tidak terbatas hanya profit finansial saja, tetapi profit membangun lingkungan keberlanjutan dan keberagaman sebagai modal sosial untuk generasi berikutnya.
Kelly Mayasari
Beberapa waktu lalu Perempuan Berkisah membuka diskusi #BerbagiSudutPandang tentang Strategi Perempuan Membangun Usaha Sosial dan Profit dengan dua narasumber yang inspiratif, Septya Ningtyas, enterpreneur dan owner Petjel Kediri. Narasumber kedua adalah para perempuan pengusaha sosial dari @gombal.project.id.
Hal menarik dalam diskusi ini adalah soal embeddedness. Kedua narasumber dalam diskusinya menyebutkan bagaimana usaha sosial dibangun untuk bertahan selama pandemi, dan bagaimana membangun sebuah usaha sekaligus bisa menggerakkan dan memberdayakan lingkungan, terutama perempuan. Bagaimana menjalankan usaha untuk mendapatkan keuntungan atau profit bersama, tidak serta merta demi keuntungan finansial semata tetapi semangat untuk saking berdaya yang cenderung diangkat pada diskusi kali ini.
Membangun Jejaring Sosial dengan Memberdayakan Lingkungan Sekitar
Kita tentu tidak asing dengan frasa: ”Mangan ora mangan ngumpul” dari salah satu tokoh Umar Kayam. Ketika mengikuti diskusi ini, entah kenapa yang teringat adalah frasa tersebut. Hal ini berhubungan juga dengan issue embeddedness tadi. Kata kuncinya adalah keterlekatan, dalam hal ini keterlekatan sosial. Individu ketika membangun usaha akan mengutamakan bagaimana caranya memutar kembali modal yang didapat. Beda halnya dengan social entrepreneur, fokus yang diharapkan adalah bagaimana membangun jejaring sosial dengan memberdayakan dalam hal ini memberdayakan perempuan di lingkungan tempat tinggal.
Teman-teman dari @gombal.project.id dan Petjel Kediri memiliki kesamaan yakni misi sosial. Dalam hal ini tidak semata-mata bisa saling membantu tanpa materi, tetapi ke depan mampu membangun apa yang disebut modal sosial, terciptanya masyarakat yang gotong royong, saling berdaya, dan berdaulat dengan usahanya. Kita tidak munafik namanya usaha pasti akan mengejar profit. Tetapi jika dalam sebuah usaha, profit yang didapat tidak hanya profit finansial melainkan juga profit yang value nya membangun kembali masyarakat yang memiliki solidaritas tinggi adalah sebuah capaian yang membanggakan sekaligus membahagiakan banyak orang.
Hal menarik yang lain bisa kita jadikan contoh adalah konsep ‘semeleh’ dari Kak Tyas owner Petjel Kediri. Jika ditanya apa strateginya mampu bertahan berjualan makanan selama pandemi, yaitu sikap semeleh, dimana mungkin bagi para pengusaha strategi ini dipandang tidak akan memberikan banyak keuntungan. “Serahkan semua kepada Gusti Allah, rezeki tidak akan tertukar” ujar Kak Tyas. Ini seperti sebuah sikap yang tidak ngotot. Sama halnya dengan konsep warung gotong royong untuk bersama, konsep yang makin jarang kita temui saat ini. Kak Tyas pun tidak takut resepnya ditiru atau dicuri karena Kak Tyas percaya pelanggan bisa membedakan dan kembali lagi semua sudah ada jatah rezeki masing-masing.
Membangun Usaha sekaligus Gerakan Sosial
@gombal.project.id selain membangun usaha sosial sekaligus juga membangun gerakan sosial dan lingkungan. Konsep yang diusung membuat tas dari bahan ‘gombal’ atau kain bekas pakai, misal dari celana jeans yang sudah tidak dipakai. Sistem stok bahan baku tas berasal dari donasi dan ada juga yang dari beli. Bahan baku ini kemudian dijadikan tas dengan pola jahitan yang kuat karena awalnya dikonsepkan untuk tas belanja.
Penjahit tas juga memberdayakan ibu-ibu di sekitar tempat tinggal. Dimana hasil penjualan akan digunakan untuk membayar upah tenaga jahit. Isu lingkungan dan isu gender membawa kawan-kawan dari @gombal.project.id mantab untuk terus bergerak untuk keberlangsungan gerakan bersama ini. Bisa berdonasi sekaligus mengikuti gerakan ganda dengan usaha sosial. Upaya kecil yang bisa memberikan efek domino ke masyarakat yang bisa membawa kembali makna gotong royong dan keberagaman yang mulai pudar.
Kenapa kita perlu membawa kembali makna gotong royong dan keberagaman yang mulai pudar dalam masyarakat kita saat ini, karena pada dasarnya kita adalah makhluk sosial, segala sikap dan perilaku.
Melahirkan Keterlekatan Sosial
Kita melahirkan keterlekatan sosial. Usaha sosial yang dimulai dari gerakan bersama, gerakan sederhana bahkan selama pandemi memiliki kemampuan yang tak terduga, dan dilakukan oleh perempuan, semacam mematahkan konstruksi sosial soal peran ganda perempuan yang tidak akan bisa selamanya menyeimbangkan pekerjaan domestik dan usaha di luar rumah tidak akan berhasil.
Kita sepakat perempuan mampu mendongkrak ekonomi keluarga, coba hitung saja dalam satu lorong RT ada berapa perempuan yang setidaknya dia melakukan usaha atau berdagang, buka warung kelontong, buka angkringan, jualan makanan, jual sprei, laundry, dan lain-lain. Di tempat saya, hampir seluruhnya dikerjakan oleh perempuan. Sistem dualisme ekonomi akan terus terjadi di level masyarakat kita, adanya keterikatan sosial dan perasaan komunal sesama perempuan untuk bisa saling berdaya adalah kunci mendapatkan profit dalam tanda kutip tidak terbatas hanya profit finansial saja, tetapi profit membangun lingkungan keberlanjutan dan keberagaman sebagai modal sosial untuk generasi berikutnya.
Informasi selengkapnya dapat dilihat di link youtube Perempuan Berkisah berikut ini: