Sakdiyah Ma’ruf: Lawan Intoleransi dengan Konten Empatik, Bukan Sekadar Viral

Sakdiyah Ma’ruf: Lawan Intoleransi dengan Konten Empatik, Bukan Sekadar Viral

Dalam mempromosikan narasi toleransi atau apapun, menjadi viral seharusnya bukanlah tujuan, viral adalah strategi dan bisa diupayakan melalui social media optimizer selain konten yang baik. Tapi, akan salah kaprah ketika viral itu menjadi tujuan. Lawanlah narasi intoleransi secara konsisten dengan sikap penuh empatik dan kesadaran kritis

Sakdiyah Ma’ruf, M.A

Sakdiyah Ma’ruf, M.A, salah satu Komedian Tunggal (stand up komedi) muslimah pertama di Indonesia. Dalam materi komedinya, dia tak segan melakukan kritik atas sekian persoalan sosial-keagamaan. Komedinya juga sebagai salah satu cara untuk menantang ekstremisme Islam dan kekerasan terhadap perempuan. Dia juga secara terang-terangan mengangkat masalah yang sangat kontroversial yang biasanya dihindari oleh komika populer lain demi menjaga wajah mereka di layar televisi.

Pada Selasa (4/4/2021), Diyah, demikian sapaan akrabnya, berkesempatan membagi pengetahuan, pembelajaran dan sudut pandangnya tentang strategi melakukan counter narasi intoleransi di media digital. Selain Diyah, ada Profesor Sumanto Al Qurtuby yang secara spesifik memaparkan tentang gerakan intoleransi di Indonesia, bentuk-bentuknya, serta strategi membangun budaya damai di Indonesia. Prof Sumanto sendiri merupakan salah satu Dosen Antropologi Budaya King Fahd University of Petroleum & Minerals di Arab Saudi, Senior Research Fellow Middle East Institute di Singapura, dan anggota Scientific Studies Association (Turki). Dia juga sebagai Pendiri dan Direktur Nusantara Institute, sebuah lembaga kajian dan riset ekstra kampus yang fokus di bidang studi agama, budaya, tradisi, dan kerajaan lokal di Indonesia. Dia juga produktif menulis karya ilmiah untuk jurnal di beragam negara, serta puluhan buku dan produktif menulis untuk kuliah virtual di facebook.

Dalam gelar wicara “Stadium General: Bagaimana Menebarkan Paham Toleran dan Moderat di Media Digital” yang diselenggarakan oleh Srikandi Lintas Iman (Srili) Yogyakarta, baik Prof Sumanto dan Diyah menyampaikan pengetahuan dan pembelajarannya secara virtual melalui zoom meeting application, di depan 170-an peserta dari beragam daerah di Indonesia. Gelar wicara ini juga disiarkan langsung melalui youtube live streaming Srikandi Lintas Iman. Sebelum berlanjut, baca catatan pembelajaran Prof Sumanto Al Qurtuby dengan klik artikel berujudul: “Sumanto Al Qurtuby: Siapapun Berpotensi Melakukan Tindakan Intoleransi”

Menjadi Viral Bukanlah Tujuan, tapi Strategi

Dalam pemaparannya, Diyah mengawali dengan sebuah kalimat bijak berbahasa Inggris dari Dave Willis, yang artinya sebagai berikut:

  “Jangan menggunakan sosial media untuk membuat orang terkesan, tetapi gunakanlah untuk membawa dampak-dampak positif”.

Dia juga menegaskan bahwa menjadi viral bukanlah tujuan, viral adalah strategi dan bisa diupayakan melalui social media optimizer selain dengan konten yang baik. Tapi, akan salah kaprah ketika viral itu menjadi tujuan.

Diyah dalam pemaparannya berusaha merespon sekian fenomena merebaknya konten-konten yang mudah viral, sementara konten tersebut sebenarnya tidak memberikan dampak positif. Termasuk kontribusi dalam menyebarkan nilai toleransi. Sayangnya, konten dengan kalimat-kalimat yang mengandung ujaran kebencian, penghakiman, dan sangat menguras energi, justru lebih mudah diviralkan dibanding kalimat-kalimat positif. Namun, menurut Diyah, setiap konten akan berbeda antara satu platform dengan platform lainnya.

Bagaimana Mempromosikan Konten yang Moderat dan Toleran?

Dalam pemaparan materinya, Diyah juga menjelaskan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk memproduksi konten sebagai narasi toleran:

Pertama, penting bagi kita memperhatikan dengan kritis tentang akuntabilitas media sosial.

Kedua, perhatikan prinsip-prinsip penting dalam bermedia sosial. Perlu diperhatikan bahwa dalam memproduksi konten yang penting adalah bagaimana menciptakan pesan yang baik dan tepat. Artinya, bukan sekadar berapa besar engagement-nya seperti berapa banyak “like”, “share”, dan “reach”-nya. Jadi, yang penting adalah pikirkan dulu pesannya apa? Lalu dikemas menjadi core messaging tertentu.

“Menentukan pesan utama, akan memudahkan pesan kita berikutnya,” tandas Diyah.

Ketiga, pentingnya memahami platform dan konten yang tepat.

Keempat, pastikan kita juga mendidik diri kita dengan menyadari prasangka privilage kita.

Penting bagi kita menyadari prasangka diri kita sebelum membuat konten. Di sini kita akan menciptakan konten empatik,” ungkap Diyah.

Keempat, panting juga kita konsisten pada apa yang kita perjuangkan. Kita ingin melakukan counter narasi intoleransi dengan memperbanyak narasi toleransi, maka pastikan jangan mudah terpengaruh dengan konten-konten lain yang sedang viral. Jangan mudah reaktif, sehingga kita lupa pada apa yang sedang kita perjuangkan, yaitu pada konten-konten kita sendiri.

Kelima, pastikan kita tetap membangun sikap empatik dalam konten-konten kita, serta mendorong kesadaran kritis yang tinggi pada audien.

Konten Seperti Apa yang Penting untuk Kondisi Saat Ini?

Diyah juga menjelaskan bahwa salah satu konten penting dalam kondisi dimana tren intoleransi meningkat, maka konten yang diproduksi penting mempertimbangkan hal berikut:

Pertama, jangan mudah terjebak pada polarisasi di media massa atau media sosial. Seakan, jika kita tidak membahas isu yang sama dengan kelompok lain, kita bukan kelompoknya. Sehingga tanpa sadar kita meniadakan keberagaman yang ada di Indonesia.

Kedua, jangan memproduksi narasi ekstrem-misoginis. Kadang narasi-narasi tersebut justru membuat kelompok tertentu terpancing untuk merespon hal yang sama. Hingga tanpa sadar, kita pun melakukan intoleransi untuk melawan pesan intoleransi.

Ketiga, penting bagi kita memiliki narasi sendiri dan konsisten dengan narasi tersebut.

Keempat, jika ingin membuat konten komedi, pastikan bukan komedi yang sekadar lucu.

Kelima, penting juga kita membangun gerakan online selaras dengan gerakan offline, karena salah satu cara yang paling efektif adalah perjumpaan.

LALU, GERAKAN INTOLERANSI SENDIRI APA SIH? LANJUT MEMBACA ARTIKEL BERIKUT TENTANG “SUMANTO AL QURTUBY: INTOLERANSI BERPOTENSI DILAKUKAN SIAPAPUN DAN DIMANAPUN”