Ini adalah artikel yang saya terjemahkan dari artikel berbahasa Inggris. Artikel ditulis oleh Seth Meyers, Psy.D.,licensed clinical psychologist, TV guest expert, author, and relationship expert.
Dalam hidup seorang perempuan, ia setidaknya pernah bertemu satu perempuan di masa lalunya yang suka memperlakukannya dengan kejam. Misalnya diperlakukan dengan merendahkan dan menyiksanya di kehidupan sosialnya.
Sekelompok perempuan dalam antrean di sebuah toko, secara verbal menjelek-jelekan beberapa perempuan yang ada di dalam lingkaran sosial mereka, yang saat itu kebetulan sedang tidak bersama mereka.
Saya terkejut dengan kata-kata kasar itu. Saat saya merenungkan kembali bagaimana perempuan berbicara tentang wanita lain, saya memikirkan tentang pembicaraan apa saja yang dilakukan banyak perempuan yang pernah saya dengar selama bertahun-tahun yang membuat saya sadar kalau perempuan jauh lebih kejam kepada satu sama lain daripada pria.
Berdasarkan pengalaman kerja 15 tahun dengan berbagai perempuan latar belakang kondisi demografis yang beragam, dapat saya katakan saya bahwa perempuan yang bekerja dengan saya lebih kritis berbicara tentang perempuan lain daripada pria terhadap sesama rekan pria.
Beberapa penelitian juga telah menunjukkan kondisi ini, di antaranya Vrangalova and colleagues (2013) yang menemukan bahwa perempuan yang sedang menempuh pendidikan tinggi cenderung tidak ingin berteman perempuan lain yang memiliki tipe tertentu, seperti contoh berteman dengan yang memiliki gaya hidup bebas. Mereka sangat memperhatikan tipe ini dan menganggapnya sebagai hal yang negatif.
Dalam hal pendekatan perempuan terhadap persaingan, penelitian dari Benenson and colleagues (2011) sangat menarik. Menurut penelitian, perempuan mungkin lebih sensitif daripada pria terkait pengucilan sosial. Ketika mereka merasa terancam oleh kemungkinan mereka akan ditinggalkan,mereka akan mengecualikan pihak ketiga secara sosial sebagai bentuk respon awal.
Crick dan Bigbee (1998) menemukan, bahwa anak perempuan secara signifikan lebih banyak menjadi korban agresi relasional, jenis agresi yang sering dilakukan perempuan kepada sesamanya daripada pria. Crick yang merupakan terkenal dengan gender researchnya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyelidiki agresi jenis ini.
Ibu Sebagai Role Model
Perempuan yang bersikap kejam terhadap perempuan lainnya sering kali dibesarkan oleh seorang ibu yang mungkin tidak menyukai dirinya sendiri dan juga tidak memiliki perasaan hangat terhadap perempuan secara umum. Berbicara tentang hal ini, maka kita harus membahas sebuah teori yang disebut teori pembelajaran sosial.
Teori ini mengingatkan kita bahwa modeling sangat berkaitan dengan bagaimana anak-anak belajar dari orang tuanya sebagai role model. Kenyataannya, banyak ibu di luar sana tidak memperlakukan anak perempuan mereka dengan baik . Banyak hal yang dikatakan dan dilakukan oleh seorang ibu yang pada akhirnya menimbulkan kengerian dan menyakiti hati anak perempuan mereka dengan alasan “demi kebaikan” versi mereka sendiri. Hal inilah yang menyebabkan anak perempuan mereka tumbuh menjadi pribadi yang sama seperti mereka.
Ketidakmampuan Memenuhi Standar Kehidupan
Faktor lainnya yang ditemukan adalah kecemasan. Saya menemukan bahwa sebagian besar kritik perempuan sebenarnya berasal dari perasaan akan ketidakmampuan mereka dalam memenuhi standar kehidupan yang sangat mereka hargai.
Contohnya, seorang perempuan yang sangat kritis terhadap gaya pengasuhan yang dilakukan oleh orang lain. Yang menjadi menarik adalah perempuan tersebut disaat yang sama sedang mengalami kesulitan untuk hamil dan menjalani perawatan kesuburan.
Dalam kondisi dimana ia merasa tidak mampu dan defensif, dia membela dirinya dengan mengkritik gaya pengasuhan wanita lain. Dengan kata lain, dia tidak kritis terhadap perempuan lain karena dia kurang memikirkan mereka; sebaliknya, dia menginginkan apa yang mereka miliki.
Standar Kecantikan yang Dibebankan Kepada Perempuan
Contoh kecemasan yang lebih parah adalah seorang perempuan yang cemas terhadap penampilannya, karena tekanan yang berasal dari pria dan media. Perempuan harus menyesuaikan penampilannya dengan tipe fisik tertentu, seperti bentuk tubuh yang ideal dan tingkat kecantikan yang sudah distandarkan.
Sementara sebuah studi menarik yang dilakukan pada tahun tahun 2012 oleh Snapp and colleagues menemukan, perempuan muda yang mendapatkan tingkat tekanan sosial-budaya yang rendah (baik dari keluarga, teman, dan media) terkait pentingnya mencapai ideal ‘kurus dan cantik’, dan support yang baik dari keluarga memiliki citra tubuh yang lebih positif.
Terlepas dari apa yang telah ditunjukkan dari banyak penelitian, dapat dimengerti jika perempuan merasa bahwa mereka harus bekerja keras untuk dapat mengamankan kekuatan sosial yang mereka bisa dapatkan di dalam lingkungan, dan hal inilah yang kadang dapat membentuk pengekslusifan diri mereka dengan perempuan lain.
Banyak hal yang dapat kita lakukan dan katakan untuk memberitahu anak-anak perempuan kita nantinya. Bahwa hidup mereka akan sama pentingnya dengan kehidupan yang dimiliki laki-laki.
Ajari mereka tentang bagaimana meraih hidup yang setara itu dengan cara memberi dukungan, bukan dengan mengkritik gadis-gadis yang lain agar kelak suatu hari mereka akan menjadi perempuan yang akan berbicara positif tentang perempuan lainnya.